Segala sesuatu yang menyangkut nanti atau besok, tergolong dalam pengertian masa yang akan datang. Selama berkaitan dengan masalah yang akan datang manusia tidak bisa memastikan, kecuali bila dikehendaki Allah.
Allah SWT berfirman: “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi”, kecuali dengan menyebut Insya Allah”. (QS. al-Kahfi: 23-24)
Sesuatu yang menyangkut masa yang akan datang, mencakup lima unsur:
- Pertama: pelaku (subyek)
- Kedua: yang diperlakukan (obyek)
- Ketiga: waktu dan tempat kejadian
- Ke-empat: sebab musabab
- Kelima: kekuatan dan kemampuan yang diperlukan untuk pelaksanaannya.
Apabila seorang berkata, “Besok saya akan pergi ke tempat fulan untuk membicarakan masalah anu”. Orang itu tidak punya jaminan kalau ia akan tetap hidup sampai besok. Begitu juga dengan orang yang akan ditemuinya. Kalau ia esoknya bisa pergi, mungkin waktunya tidak tepat, atau tempatnya berubah, atau mungkin esoknya orang itu tidak berkemampuan (fisik, materi) atau juga berubah niat untuk melaksanakannya.
Jadi, manusia tidak kuasa menentukan kelima unsur itu. Semuanya dikembalikan kepada pengaturnya, yaitu Allah yang Maha Kuasa. Manusia harus menuruti perintahNya, mengucapkan kata Insya Allah, yang artinya Jika Allah Menghendaki atau Mengizinkan. Apabila Allah SWT tidak menghendaki, pasti rencana pun gagal.
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab, Prof. Dr. Mutawalli asy-Sya’rawi, Gema Insani Press hal 23-24.
Sumber : http://alamanah1429.wordpress.com/2009/01/03/arti-kata-insya-allah/
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhan-Mu jika kamu lupa dan katakanlah "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini." (Q.S Al-Kahfi 18: 24)
Beberapa penduduk Mekkah datang ke Nabi Muhammad saw. bertanya tentang ruh, kisah ashabul kahfi dan kisah Dzulqarnain. Nabi menjawab, "Datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan." Keesokan harinya wahyu tidak datang menemui Nabi, sehingga Nabi gagal menjawab hal-hal yang ditanyakan. Tentu saja "kegagalan" ini menjadi cemoohan kaum kafir.
Saat itulah turun ayat menegur Nabi, "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhan-Mu jika kamu lupa dan katakanlah "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini." (Q.S Al-Kahfi 18:24)
Kata "Insya Allah" berarti "jika Allah menghendaki". Ini menunjukkan bahwa kita tidak tahu sedetik ke depan apa yang terjadi dengan kita. Kedua, hal ini juga menunjukkan bahwa manusia punya rencana, Allah punya kuasa. Dengan demikian, kata "insya Allah" menunjukkan kerendahan hati seorang hamba sekaligus kesadaran akan kekuasaan ilahi.
Dari kisah di atas kita tahu bahkan Nabi pun mendapat teguran ketika alpa mengucapkan insya Allah.
Sayang, sebagian diantara kita sering melupakan peranan dan kekuasaan Allah ketika hendak berencana atau mengerjakan sesuatu. Sebagian diantara kita malah secara keliru mengamalkan kata "insya Allah" sebagai cara untuk tidak mengerjakan sesuatu. Ketika kita diundang, kita menjawab dengan kata "Insya Allah" bukan dengan keyakinan bahwa Allah yang punya kuasa tetapi sebagai cara berbasa-basi untuk tidak memenuhi undangan tersebut. Kita rupanya berkelit dan berlindung dengan kata "Insya Allah". Begitu pula halnya ketika kita berjanji, sering kali kata "insya Allah" keluar begitu saja sebagai alat basa-basi pergaulan.
Yang benar adalah, ketika kita diundang atau berjanji pada orang lain, kita ucapkan "Insya Allah", lalu kita berusaha memenuhi undangan ataupun janji itu. Bila tiba-tiba datang halangan seperti sakit, hujan, dan lainnya, kita tidak mampu memenuhi undangan ataupun janji itu, maka di sinilah letak kekuasaan Allah. Di sinilah baru berlaku makna "Insya Allah".
Sumber : http://oaseqalbu.net/modules.php?name=News&file=article&sid=224
Kata Insya Allah dulu dan sekarang rupanya ada mengalami pergeseran makna. Walau sesungguhnya dan memang seharusnya maknanya tidak boleh berubah. Namun karena terjadi pergeseran budaya dan perilaku para pemakai kata 'Insya Allah' tersebut maka seolah-olah maknanya bergeser. Padahal tidaklah demikian, dan akan tetap sama maknanya dulu dan sekarang hingga kelak dunia ini berakhir.
Mengapa saya katakan ada pergeseran makna?
Kalau dahulu dan lebih-lebih di zaman Rasulullah kemudian dilanjut dengan para sahabat, kerabat, para jumhur ulama masih memiliki pengaruh kuat dizaman itu, maka kata Insya Allah sesungguhnya nyaris bermakna atau berarti sebuah 'kepastian' kecuali Allah berkehendak lain. Artinya bahwa begitu beliau-beliau mengucapkan kata 'Insya Allah' dalam sebuah janji, atau disaat beliau-beliau diminta untuk hadir pada suatu acara tertentu, maka itu adalah suatu jaminan akan sebuah kepastian bahwa mereka akan datang, mereka akan menghadiri, mereka akan menepati janji apabila di tinjau dari sisi kapasitas mereka selaku 'manusia', terkecuali Allah berkehendak lain barulah hal itu tidak bisa terealisasi.
Namun dimasa sekarang, orang begitu gampang mengucapkan kata 'Insya Allah' sekalipun untuk sesuatu yang sebenarnya sulit untuk ia lakukan baik dipandang secara teknis, waktu, tempat, dan lainnya. Artinya sangat kecil kemungkinannya dapat ia penuhi. Bahkan tidak sedikit pula orang yang mengucapkan kata itu sesungguhnya sudah terbesit di dalam hatinya untuk tidak merealisasikan ucapannya itu. Ucapan itu sengaja disampaikan hanya dimaksudkan sekedar untuk pemanis.
Hanya saja, pemanis atau tidak pemanis, dengan ucapan itu tentu orang akan berharap kehadirannya, kedatangannya, ketepatan janjinya, dan lain-lain.
Semestinya agar tidak memberi harapan alangkah baiknya nyatakan saja dengan sejujurnya misalkan: Mohon maaf, saya tidak bisa memenuhi janji karena bla...bla...., sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya. dst. dst.
Namun nyatanya orang tetap mengatakan 'Insya Allah', sekali lagi..., walau untuk sesuatu yang tidak mungkin dapat ia lakukan. Karena dianggapnya bahwa pengertian atau makna kata 'Insya Allah' adalah hanya tergantung sikon dan tergantung perasaan hati belaka, bukan tergantung pada ketentuan Allah.
Inilah yang saya maksud pergeseran makna tadi.
Semestinya agar tidak memberi harapan alangkah baiknya nyatakan saja dengan sejujurnya misalkan: Mohon maaf, saya tidak bisa memenuhi janji karena bla...bla...., sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya. dst. dst.
Namun nyatanya orang tetap mengatakan 'Insya Allah', sekali lagi..., walau untuk sesuatu yang tidak mungkin dapat ia lakukan. Karena dianggapnya bahwa pengertian atau makna kata 'Insya Allah' adalah hanya tergantung sikon dan tergantung perasaan hati belaka, bukan tergantung pada ketentuan Allah.
Inilah yang saya maksud pergeseran makna tadi.
Mohon maaf kalau aspek pandang saya berbeda dengan kawan-kawan. Tapi percaya saja, bahwa perbedaan itu rahmat bukan???
Sumber : http://bamaraon.blogspot.com/2009/03/makna-kata-insya-allah-dulu-dan.html
2 komentar:
mksh info makna insyaalloh... makna ini sangat penting
Kata Insyaalloh diperbolehkan atau tidak diperbolehkan untuk laporan,, saya,,suatu contoh saya juz 30 kholas Insyaalloh, saya kan ikut di group odoj suatu ketika teman saya menegur saya, klo kholas ya jngan pake Insyaalloh, tolong dijelaskan, sukron
Posting Komentar